Yang Ber-aku dan Ber-kamu

Aku mengagumimu lelakiku, kamu yang mampu mengerjakan banyak hal yang aku tak mampu. Termasuk dalam perkara remeh-temeh yang terlalu sederhana seperti membuka plastik, botol, dan kau mengataiku ceroboh dan tidak cerdas. Meski begitu, tentu akan kutunggui kamu menjadi sarjana. Sarjana yang baik. Seorang sarjana yang sangat baik bukan sekedar buat dirinya tapi juga buat masyarakat, buat bangsanya.

Kamu, lelaki yang melamarku dengan sebuah lukisan dengan tulisan sederhana "maukah kau seumur hidup denganku?" lepas beberapa hari dari ulang tahunmu setahun yang lalu. Dan aku baru tahu ternyata kamu pandai memoles kuas dan tulisanmu juga tak cukup jelek. Dari sana aku sadar bahwa cinta bisa hadir tanpa diduga. Dan kapan rasa itu menepi kepada kita. Cinta kita hadir karena perkenalan, bersemi karena perhatian, dan bertahan karena kesetiaan. Aku bukan penggombal taktis meski aku menyukai banyak hal romantis. Aku suka pantai di kala senja, suka melelehkan es krim di pipi, dan tentu mengamatimu saat kau terlelap. Dan saat itu aku sangat yakin betapa aku tak ingin kehilanganmu.

Kamu, sesuatu yang bertumbuh dalam diriku sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak berlebihan kalau aku ingin bersamamu hingga usia tak lagi muda. Bukankah kita telah mengeja banyak hal tanpa sungkan. Dan kini dengan bangga kukatakan bahwa secara sengaja telah sedikit berhasil memaksamu berhenti menghisap asap.

Kita yang sekian lama ber-aku-kamu, tak pernah sedikitpun aku malu untuk menyatakan aku merindukanmu lebih dulu. Akupun juga tak pernah sungkan melakukan banyak hal bersama di jeda pekerjaan kita yang menyita. Seperti kataku dahulu bahwa aku tak akan pernah mampu untuk menerima cinta yang mendua-yang menerbitkan siksa pada insan yang sama. Aku wanita yang tak akan pernah mau engkau duakan apalagi limakan. Aku tak peduli pada masa lalumu-pada masa kamu bermain mesra dengan para mantan-mantanmu, dan akupun tak pernah merasa takut tersaingi oleh mereka.

Karena aku menyintaimu dengan segala dayaku yang tak mungkin kau temukan di semua mantanmu.

Aku yang berada di sini adalah yang akan mendekap siang malammu dalam prioritas dan membersamai masa tua dengan segala catatan cita-cita kita.

Untukmu yang telah mengisi perpustakaanku dengan buku-buku baru, tak separuhpun aku berharap jauh darimu. Kamu adalah bagian yang kini kutemukan. Bukan dari kumpulan buku usang atau dari jaring laba-laba yang terentang. Kamu, sejarah yang tidak bisa dibeli. Kamu kutemukan dari sebuah penantian. Sebuah perasaan yang lama telah kubenamkan dalam-sedalam-dalamnya- tanpa pernah berniat untuk diceritakan. Sampai suatu waktu Tuhan membisikkan cerita final.

Aku yang kini mulai menyukai daging (adalah karenamu) dan adrenalin blusukanku mendapat partner yang seimbang. Dalam banyak pelarian kuliner dan lompatan wisata kita ke berbagai tempat yang tak terduga. Satu yang aku belum bisa, kita memang pernah menikmati suatu senja di pantai selatan awal 2014 tahun yang lalu. Saatnya nanti, aku ingin menikmati senja denganmu-hanya berdua. Dan lebih lama. (Kartini, 13:33/rd)


Komentar