Jenis Alih Kode dan Campur Kode



Jenis Alih Kode
Wardaugh dan Hudson menyatakan bahwa alih kode dibagi menjadi dua, yaitu alih kode metaforis dan alih kode situasional.

a.      Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis yaitu alih kode yang terjadi jika ada pergantian topik. Sebagai contoh X dan Y adalah teman satu kantor, awalnya mereka menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi, setelah pembicaraan urusan kantor selesai, mereka kemudian menganti topik pembicaraan mengenai salah satu teman yang mereka kenal. Ini terjadi seiring dengan pergantian bahasa yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa daerah. Kebetulan X dan Y tinggal di daerah yang sama dan dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah tersebut. Contoh ini menjelaskan bagaimana alih kode terjadi dalam satu situasi percakapan. Alih kode jenis ini hanya terjadi jika si pembicara yang pada awalnya hanya membicarakan urusan pekerjaan menggunakan ragam bahasa resmi dan terkesan kaku kemudian berubah menjadi suasana yang lebih santai, ketika topik berganti.

 b.  Alih Kode Situasional
Alih kode situasional yaitu alih kode yang terjadi berdasarkan situasi dimana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain. Dalam alih kode ini tidak tejadi perubahan topik. Selain alih kode metaforis dan situsional, Suwito dalam Chaer (2004:114) juga membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode intern dan alih kode ekstern.
1)      Alih Kode Intern
Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.
2)      Alih Kode Ekstern
Alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, atau sebaliknya.

1.      Jenis Campur Kode
Dalam www.adhani.wimamadiun.com/materi/sosiolinguistik/bab5.pdf, campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).
a. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa asli yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya, bahasa Indonesia – bahasa Inggris, dan lain-lain.
b. Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Contohnya, pencampuran tindak tutur bahasa Indonesia–bahasa Jawa–bahasa Batak– Bahasa Minang.

2.      Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi pada masing-masing bahasa yang digunakan dan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu. Campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode.
Jika dalam alih kode digunakan dua bahasa otonom secara bergantian maka dalam campur kode sebuah unsur bahasa lain hanya menyisip atau disisipkan pada sebuah bahasa yang menjadi kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan atau dalam sebuah ceramah agama, pembicara menyisipkan unsur-unsur bahasa Arab yang memang tidak ada padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, dalam campur kode, elemen yang diambil itu memiliki sistem yang berbeda. Motivasinya adalah motivasi linguistik dan hasrat untuk menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak dipengaruhi oleh faktor situasional. Di sisi lain, alih kode lebih banyak berkaitan dengan aspek situasional.

3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Kode dan Campur Kode
Baik alih kode maupun campur kode dilakukan oleh penutur bilingual maupun multilingual dengan tujuan utama agar makna pesan dalam komunikasi dapat diterima dengan lebih efektif.  Hymes (dalam Sumarsono,2007:335) mengemukakan 16 komponen tutur yang kemudian menyingkatnya menjadi sebuah istilah dalam bahasa Inggris yaitu SPEAKING.
S    = Situasi (act situation), mencakup latar dan suasana
P    = Partisipan, mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.
E    = End  (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi pesan.
A  = Act Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan
K   = Key ( kunci)
I    = Instrumentalities (peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk tutur.
N   = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi
G   = Gender

Referensi:
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta:Rineka Cipta.
Sumarsono dan Paina Partana. (2004). Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda.
www.adhani.wimamadiun.com/materi/sosiolinguistik/bab5.pdf

Komentar