Aksiologi
sangat erat hubungannya dengan linguistik terapan. Hal ini dapat dipahami bahwa
pemanfaatan linguistik terapan dalam kehidupan masyarakat digunakan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan tugas-tugas praktis yang
menggunakan bahasa sebagai komponen inti. Munculnya plagiasi-plagiasi dalam
linguistik seperti dalam penulisan karangan atau penelitian ilmiah merupakan
bukti adanya penyalahgunaan dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan yang jauh dari
moralitas.
Pada bahasan
ontologi dan epistemologi sudah dibahas mengenai bagaimana dan seperti apa
hakikat linguistik terapan (ontologi), bagaimana pemerolehannya (epistemologi),
dan dalam ranah linguistik terapan fungsi aksiologis adalah sebagai landasan
yang mengarahkan kepada tujuan dari kebaikan-kebaikan ilmu pengetahuan yang
telah ditemukan. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menemukan masalah anak
yang terlambat berbicara atau anak yang tidak dapat berbicara layaknya anak
pada umumnya. Kehadiran psikolinguistik diharapkan dapat mengatasi permasalahan
tersebut dengan mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Selanjutnya,
langkah yang dapat dilakukan adalah mencari terapi yang sesuai untuk mengatasi
hal tersebut.
Dalam bidang
sosiolinguistik, munculnya persoalan persaingan antarkelompok masyarakat juga
dapat diselesaikan dengan adanya ilmu linguistik terapan. Penggunaan ilmu
tersebut dapat digunakan untuk mendalami
permasalahan yang timbul antara dua kelompok dan menemukan solusi guna
mendamaikan dua kelompok tersebut, misalnya dengan berdialog dengan masyarakat
tersebut. Contohnya pada kasus suku Madura dan suku asli Kalimantan yang
bertikai dalam perebutan wilayah. Penggunaan
linguistik terapan dalam bidang sosioliguistik yang tidak berlandaskan asas
moral dapat kita lihat pada kasus pecahnya perang Paderi di Sumatra Utara. Pada awalnya kaum adat dan kaum agama hidup
berdampingan secara damai tetapi diadu domba (devide et empera) oleh Belanda. Kejadian ini bermula setelah
masuknya tokoh sosiolog dalam masyarakat tersebut. Dengan kepandaiannya sebagai
seorang sosiolog yang memiliki tingkat keilmuan lebih, sosiolog tersebut
mendekati kaum adat dan kaum agama. Kedua belah pihak diprovokatori hingga
akhirnya pecah perang saudara. Perang ini melemahkan kekuatan kedua kaum
sehingga wilayah tersebut lebih mudah dikuasai Belanda.
Komentar
Posting Komentar