Sebagai
sebuah langue bahasa mempunyai sistem
dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena
penutur bahasa merupakan kumpulan manusia yang tidak homogen, bahasa tersebut
menjadi bervariasi. Terjadinya keberagaman bahasa ini bukan hanya disebabkan
oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena interaksi sosial
yang beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman
bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut
digunakan oleh penutur yang sangat banyak, dan dalam wilayah yang sangat luas.
Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia tentu ragamnya
juga lebih bervariasi.
Berdasarkan tingkat
keformalannya, Martin Joss (melalui Abdul Chaer, 2004:70) membedakan variasi
bahasa dalam lima bentuk, yaitu ragam beku (frozen),
ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).
a.
Ragam Beku (Frozen)
Ragam ini merupakan
variasi bahasa yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi khidmat
dan upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khutbah di masjid, tata
cara pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris, dan surat
keputusan. Variasi ini disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam
ini dapat kita temui pada dokumen-dokumen sejarah, undang-undang dasar, akta
notaris, naskah perjanjian jual beli dan surat sewa menyewa. Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama
sekali. Bahasa yang digunakan dalam ragam ini berciri super formal.
Selain itu, bahasa beku sudah lazim digunakan dan sudah terpatri lama sehingga
sulit sekali diubah. Bentuk ragam beku ini memiliki ciri kalimatnya
panjang-panjang, tidak mudah dipotong atau dipenggal, dan sulit sekali dikenai
ketentuan tata tulis dan ejaan standar. Bentuk ragam beku yang seperti ini
menuntut penutur dan pendengar untuk serius dan memperhatikan apa yang ditulis
atau dibicarakan.
b.
Ragam Resmi (Formal)
Variasi ini biasanya
digunakan dalam pidato-pidato kenegaraan, rapat-rapat dinas, surat-menyurat
dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, makalah, karya ilmiah, dan
sebagainya. Pola dan kaidah bahasa resmi sudah ditetapkan secara standar dan
mantap. Contoh variasi resmi dalam pembicaraan misalnya dalam acara peminangan,
kuliah, pembicaraan seseorang dengan dekan di kantornya. Pembicaraan ketika
seorang mahasiswa menghadap dosen atau pejabat struktural tertentu di kampus
juga merupakan contoh ragam ini. Karakteristik kalimat dalam ragam ini yaitu
lebih lengkap dan kompleks, menggunakan pola tata bahasa yang tepat dan juga
kosa kata standar atau baku.
c.
Ragam Usaha (Konsultatif)
Variasi ini lazim
digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan
yang berorientasi pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan bahwa ragam
ini merupakan ragam yang paling operasional. Ragam ini tingkatannya berada
antara ragam formal dan ragam santai.
d.
Ragam Santai (Kasual)
Ragam ini merupakan
variasi yang biasa digunakan dalam situasi yang tidak resmi seperti
berbincang-bincang dengan keluarga ketika berlibur, berolah raga, berekreasi,
dan sebagainya. Pada ragam ini banyak digunakan bentuk alegro atau ujaran yang
dipendekkan. Unsur kata-kata pembentuknya baik secara morfologis maupun
sintaksis banyak diwarnai bahasa daerah.
e.
Ragam Akrab (Intim)
Variasi bahasa ini
digunakan oleh penutur dan petutur yang memiliki hubungan sangat akrab dan
dekat seperti dengan anggota keluarga atau sahabat karib. Ragam ini ditandai
dengan penggunaann bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan artikulasi
tidak jelas. Pembicaraan ini terjadi antarpartisipan yang sudah saling mengerti
dan memiliki pengetahuan yang sama.
Dalam menganalisis
ragam bahasa berdasarkan tingkat keformalan ini sangat tergantung dengan
situasional ujaran tersebut. Situasional yang dimaksud ini berkaitan dengan
siapa berbicara, bahasa apa yang digunakan, kepada siapa, kapan, di mana, dan
mengenai masalah apa. Jadi, sangat mungkin dalam satu situasi terjadi
pembicaraan dengan ragam yang berbeda seperti di bawah ini.
Feizal dan Zakky
adalah dua sahabat karib. Di pojok kelas seusai kuliah keduanya tampak
berbincang-bincang.
1
Feizal : Jadi, Cin? (jadi ikut futsal tidak?)
2
Zakky : Yoi, janji
jadi koor (Jadi, karena saya sudah janji mau menjadi koordinator)
3
Feizal : Jamnya?
(Jam berapa futsalnya?)
4
Zakky : Tujuh
malem, Cin (Jam tujuh malam)
Tiba-tiba datang dosen ke dalam kelas.
5
Feisal : Selamat siang, Pak. Ada yang ketinggalan?
6
Dosen :Tolong
teman-teman yang lain diberi tahu makalahnya harus dikumpulkan paling lambat
besok ya.
7
Feizal : Baik, Pak.
Nanti saya sampaikan kepada teman-teman
yang lain.
8
Dosen : Oke, terima
kasih.
9
Feizal dan Zakky : Terima kasih
kembali, Pak.
Setelah dosen pergi Abdul pun masuk ke dalam
kelas.
10
Abdul : Saya kayaknya
gak jadi ikut ntar. (mungkin nanti tidak bisa ikut futsal.)
11
Zakky : Lha ngopo? (mengapa tidak jadi ikut
futsal?)
12
Abdul : Ada sodara
datang dari Lombok. (Ada saudara saya datang dari Lombok)
13
Feizal : Ya lain kali
aja. (Ya sudah lain kali ikut futsal ya)
14
Abdul : Siap.
Berdasarkan contoh
petikan percakapan di atas, dapat kita lihat terjadi perubahan ragam bahasa
yang digunakan meskipun percakapan tersebut terjadi dalam satu lokasi dan satu
waktu. Percakapan nomor 1-4 merupakan contoh ragam bahasa akrab/intim antara
dua sahabat karib. Keakraban ini dapat kita ketahui dari bahasa yang digunakan
seperti sapaan Cin dan penggunaan
bahasa pendek-pendek yang diketahui kedua penutur. Percakapan nomor 5-9
merupakan contoh percakapan ragam usaha yang dilakukan oleh mahasiswa dan
dosen. Keduanya menggunakan bahasa yang lebih formal daripada ragam santai atau
intim. Percakapan nomor 10-14 merupakan contoh ragam bahasa santai, yaitu
percakapan antara teman sekelas tetapi hubungan keduanya tidak sedekat seperti
pada ragam intim.
Referensi:
Abdul
Chaer dan Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik:
perkenalan awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Nikolas
Coupland dan Adam Jaworski. (1997). Sosiolinguistics:
a reader and coursebook. England:
Macmillan Press LTD.
Janet
Holmes. (1992). An introduction to
sosiolinguistics. England: Longman Group UK.
Rochayah Machali. (2009). Pedoman bagi penerjemah. Bandung: KAIFA.
Komentar
Posting Komentar