Sebuah Catatan di Bulan Mei
Ini
pengalaman yang sungguh aneh. Kejadian
ini saya alami 10 Mei 2013 hari Jumat tepatnya. Seorang tamu merasa dirugikan
karena terganggu suara alat tukang kayu yang sedang membuat perkakas di bagian
dapur hotel. Hal ini membuat bayi tamu
tersebut terbangun dan menangis. Tamu tersebut kemudian komplain dan meminta ganti
rugi bill-nya dikembalikan karena
merasa kenyamanannya terganggu.
Saya
ingin berbagi pengalaman mengenai kejadian ini. Keluarga ini datang malam
sebelumnya dengan keluarganya sekitar pukul 22.00 WIB (Si Bapak, Si Istri
dengan bayi 10 bulan, dan dua anak laki-laki berusia SD dan SMP). Pada awalnya,
saya menerima dengan suka cita seperti biasanya. Ditilik dari pakaiannya, tentu
keluarga ini sangat agamis. Celana yang dikenakan di atas mata kaki dan berbaju
koko. Kedua anaknya memakai baju biasa tapi di kepalanya memakai topi semacam
topi baret tentara. Sang istri menggunakan jilbab yang sangat lebar sehingga
saya hampir tidak tahu bahwa dia membopong seorang bayi. Kekagetan pertama saya
ketika Si Bapak menyerahkan identitas KTP Sang Istri. KTP tersebut tidak
menggunakan kerudung. Dari sini saya jadi berpikir apakah wanita ini adalah
istri poligami kesekian? Secara logika, jika dia hidup bersama suami yang
notabene memiliki cara hidup seperti itu tidak mungkin istrinya tidak
berkerudung. Apalagi jika ditilik anak laki-laki yang pertama berusia 14-an
tahun.
Hal
kedua yang menjadi aneh bagi saya adalah sikap hidupnya. Meskipun pada dasarnya
kita tidak dapat menyalahkan pilihan hidup seseorang. Akan tetapi, hal ini
tampaknya perlu menjadi perhatian karena sangat mencolok. Si Bapak ini katanya
dalam uraian kemarahannya tadi menyebutkan betapa dia tahu banyak ilmu agama,
tahu banyak ajaran nabi. Akan tetapi, mengapa dia bisa berkata dan berperilaku
demikian kasar dan tidak normatif di tempat umum (terutama di hadapan anaknya).
Bukankah nabi sendiri mengajarkan untuk bersikap lemah lembut dan tidak gampang
marah? Kedua, nabi Muhammad SAW selalu mengajari umatnya untuk saling memaafkan
dan bersikap rendah hati. Tapi Si Bapak ini dengan arogannya mengatakan bahwa
kesalahan ini tidak dapat ditolerir sehingga uangnya harus dikembalikan (tidak
sadar ya sudah menikmati AC, tidur enak, pelayanan, makan gratis?). Apakah
seperti ini cerminan sikap yang diteladankan oleh nabi? Apakah memang cara
hidup yang sedemikian kaku? Tentu saja tidak!!! Karena nabi Muhammad
mengajarkan cara hidup yang penuh cinta kasih yang elegan.
Selain
itu, berdasarkan cerita rekan di belakang, Si Ibu ini juga bersikap sama
kasarnya terhadap anak-anaknya. Ini sungguh membuat miris. Anak-anak dididik
sangat keras dan bahkan rasa kasih sayang itu ditunjukkan dengan keras pula.
Bagaimana mental anak-anak itu selanjutnya jika sejak kecil saja sudah di-doping dan disuguhi sikap keras
sehari-hari. Mereka tidak bisa memilih siapa orang tua mereka, tidak bisa
memilih seberapa kaya orang tuanya, dan sebagainya. Akan tetapi, layaknya
anak-anak pada umumnya mereka membutuhkan perhatian dan dan kasih sayang dalam masa
pertumbuhannya. Mereka perlu bimbingan dalam perkembangan yang akan membentuk
sikap hidupnya sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan bermanfaat bagi
sesama. Sekali lagi kita memang tidak bisa mengeneralisasikan tetapi setidaknya
ini bisa menjadi pemahaman bersama tentang berbagai karakter manusia.
Pada
akhirnya, saya memang tidak bisa menjustice sikap keluarga ini. Paradoks yang
dimunculkan ini sedikit banyak menggetarkan hati saya. Setidaknya, sebagai
seorang yang bergelut di bidang pendidikan dan konsen terhadap masalah dunia
pendidikan saya amat menyayangkan hal ini. Saya menyayangkan mental anak-anak
yang yang seharusnya dapat tumbuh dalam masa-masa yang menyenangkan harus
bergumul dalam paradoks spiritual yang mengkerdilkan sendiri kehidupan mereka.
Selayaknya, mereka mendapatkan kasih-sayang, perhatian, kelemah-lembutan dalam
tahap usianya yang masih sangat labil. Mereka berhak mendapatkan perlakuan dan
contoh perlakuan yang baik, sopan, dan bermartabat. Semoga Tuhan yang Maha Esa
Allah SWT selalu melimpahkan kebaikan kepada orang-orang sabar. Amien.
Komentar
Posting Komentar