Proses
perubahan yang tejadi akibat adanya kontak bahasa memiliki sifat yang berbeda.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh fenomena-fenomena yang terjadi di dalam
masyarakat yang disesuaikan dengan perkembangan alam, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Setiap
bangasa atau negara yang menjadi penghimpun terbesar sekaligus pemegang
tanggung jawab akan setiap budaya dan pengetahuan yang ada memiliki peran dan
sekaligus sebagai garda terdepan di dalam penentuan langkah-langkah aktif untuk
menjaga dan melestarikan apa yang dimiliki sejak zaman terdahulu. Salah satu
cara yang dapat dilakukan dalam pemertahanan budaya adalah melalui pemahaman sosiolinguistik karena ilmu ini erat dengan kaitannya dengan budaya
bangsa.
A. Pemertahanan Bahasa
Pergeseran bahasa berkaitan dengan fenomena
sosiolinguistik yang terjadi akibat adanya kontak bahasa. Pergeseran bahasa
menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh sekelompok penutur yang bisa terjadi
akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain.
Peristiwa pergeseran bahasa
setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, beberapa diantaranya, yakni : adanya dwibahasawan, migrasi, perkembangan ekonomi, adanya status
bahasa yang dianggap lebih tinggi oleh masyarakat sosial, dan imperialisme atau penjajahan. Dari contoh di atas,
dapat disimpulkan bahawa pergeseran bahasa terjadi pada masyarakat dwibahasa
atau multibahasa. Peristiwa pergeseran bahasa yang tejadi pada akhirnya
akan berujung pada dua hal, yakni apakah bahasa resepien berujung pada kepunahan
atau tetap bertahan dengan menfungsikan dua
bahasa (menjadi dwibahasa). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pergeseran dan pemertahanan
bahasa antara lain: kedwibahasaan atau
kemulitibahasaan, industrialisasi, imigrasi, politik, pendidikan, mobilitas sosial, efisiensi bahasa, jumlah penutur, dan konsentrasi pemukiman.
Pemertahanan
bahasa pada umumnya bertujuan untuk mempertahankan budaya yang berfungsi
sebagai identitas kelompok atau komunitas, untuk mempermudah mengenali anggota
komunitas, dan untuk mengikat rasa persaudaraan sesama komunitas. Keadaan ini
terjadi pada komunitas masyarakat yang memiliki bahasa lebih dari satu. Faktor
yang mendorong bisa saja berasal dari dalam diri individu yang memiliki rasa
cinta akan bahasa ibu sehingga menanamkannya kepada keluarga dan masyarakat dan
dari rasa persatuan serta kecintaan pada indentitas kelompok atau komunitas
yang dimiliki.
B. Kepunahan
Bahasa
Bagaimanakah
sebuah bahasa dikatakan punah? Apakah ketika sebuah bahasa tidak dipakai lagi
di seluruh dunia disebut sebagai bahasa yang telah punah? Berkaitan dengan hal
ini, Dorian (dalam Sumarsono dan Partana, 2002:284) mengungkapkan bahwa kepunahan bahasa hanya
dapat dipakai bagi pergeseran total di dalam satu guyup atau komunitas saja dan
pergeseran itu terjadi dari satu bahasa ke bahasa yang lain, bukan dari ragam
bahasa yang satu ke ragam bahasa yang lain dalam satu bahasa. Artinya, bahasa
yang punah tidak tahan terhadap persaingan bahasa yang lain bukan karena
persaingan prestise antarragam bahasa dalam satu bahasa. Berdasarkan penjelasan
ini, dapat disimpulkan bahwa kepunahan adalah
terjadinya pergeseran total dari satu bahasa ke bahasa yang lain dalam satu
guyup atau komunitas
tutur.
Selanjutnya,
Kloss (dalam Sumarsono dan Partana, 2002:286) menyebutkan bahwa ada tiga tipe
kepunahan bahasa, yaitu (1) kepunahan bahasa tanpa terjadinya pergeseran
bahasa; (2) kepunahan bahasa karena pergeseran bahasa (guyub tutur tidak berada
dalam wilayah tutur yang kompak atau bahasa itu menyerah pada pertentangan
intrinsik prasarana budaya modern yang berdasarkan teknologi; dan (3) kepunahan
bahasa nominal melalui metamorfosis (misalnya, suatu bahasa tutur derajatnya menjadi
dialek ketika masyarakat tidak lagi menulis dalam bahasa itu dan mulai memakai
bahasa lain.
Salah
satu bahasa yang punah adalah bahasa Gaeltacht. Menurut beberapa ahli,
faktor-faktor yang menyebabkan kepunahan bahasa Gaeltacht sebagai berikut.
a. Rapuhnya upaya untuk
melindungi dan mempertahankan Gaeltacht
b. Tidak mempunyai guyub
tutur yang terpusat di perkotaan
c. Terjadinya modernisasi
d. Adanya kehendak aktif
dari masyrakat untuk bergeser
e. Tidak cukupnya
konsentrasi masyarakat untuk menghadapi lingkungan yang kuat secara ekonomi dan
canggih teknologinya
f. Tidak adanya pengalihan
(tansmisi) bahasa asli dari orang tua kepada anak-anaknya
g. Tidak adanya optimisme akan
masa depan bahasa.
Referensi:
Sumarsono dan Paina Partana. (2004). Sosiolinguitik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Komentar
Posting Komentar