Kajian wacana linguistik formalistik lebih
menitikberatkan kajian kebahasaan sebagai objek yang terpisah dan dianalisis
secara mandiri. Analisis ini dilakukan melalui
pembedahan dan pencermatan secara mendetail terhadap elemen-elemen linguistik
seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema, rhema, dan lain sebagainya.
Dapat dikatakan bahwa kajian formalistik ini lebih bertumpu pada analisis tata
bahasa/unit-unit kebahasaaan yang digunakan dalam sebuah wacana. Sejauh mampu
menggunakan pernyataan yang akurat menurut kaidah sintaksis, semantik, logis,
dan didukung data-data empiris maka wacana dianggap baik. Oleh karena itu,
kebenaran sebuah wacana didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal.
Apabila wacana tersebut dilihat dari struktur kebahasaannya baik maka wacana tersebut
dianggap sebagai wacana yang baik pula.
Kajian wacana kritis lebih menitikberatkan pada
upaya pembongkaran terhadap ide-ide yang mendominasi, maksud-maksud, dan
makna-makna tertentu dari sebuah wacana. Analisis wacana dalam paradigma ini
menekankan pada upaya pembongkaran konstelasi kekuatan yang terjadi di dalam
proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium yang
netral yang terletak di luar diri pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subjek tertentu, maupun strategi-strategi yang ada di
dalamnya yang membentuk kekuasaan/hegemoni tertentu. Dalam penciptaan sebuah
wacana pasti tidak terlepas adanya power
dan relasi kekuasaan dalam masyarakat yang memengaruhinya. Jadi, dalam
menganalisis wacana ini tidak lepas dari struktur sosial yang
melingkupinya/konteks (seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi). Dengan
kata lain, analisis wacana ini memusatkan pada pembongkaran ideologi-ideologi tertentu yang tidak tampak dan
mengejawantah dalam bahasa.
Komentar
Posting Komentar