Hari
ini aku ingin bercerita tentang tema yang sederhana, yaitu reuni. Beberapa hari
yang lalu, seorang bapak datang ke tempatku bekerja. Dilihat dari pakaiannya,
beliau tentu bukan orang sembarangan. Setelah deal harga selesai, beliau
menitipkan pesan lewat secarik kertas kecil bertuliskan KB 70 ex SPMA Jogja.
Demi menjaga privasi, akupun tidak menanyakan lebih lanjut tentang arti tulisan
tersebut.
Selang
beberapa hari, Si Bapak ini datang lagi dan melunasi seluruh tagihan dengan
pesan “tolong jangan ditagihkan ke tamu. Saya yang akan membayarnya.”
Perkiraanku cuma satu, Si Bapak ini yang membayari seluruh tagihan karena
bertindak sebagai tuan rumah.
Katika
hari H itu datang, tepatnya hari ini 23 Agustus 2014, satu per satu tamu bapak
itu datang. Tentu tidak berbarengan karena menurut data memang mereka datang
dari berbagai pulau. Satu hal lagi, ternyata mereka sudah sepuh-sepuh. Dalam
usianya yang tak lagi muda, semangat untuk bertemu begitu kentara. Dengan
senyum yang mengembang dan tangan yang terbuka mereka saling bersapa.
Ketika
bertemu mereka berpelukan sambil bertanya, “piye kabarmu?” dalam jeda peluk
yang sedikit lama. Mereka berpeluk dalam haru. Saling menatap dan aku melihat
begitu hebat mereka memendam kerinduan yang mendalam satu sama lain. Dan sekali
lagi momen ini lagi-lagi meluluhkan hatiku ikut larut dalam haru.
Bagi
kita, ungkapan “piye kabarmu?” mungkin lazim diperdengarkan tetapi bagi mereka
yang sudah 30-40 tahun tidak bertemu ungkapan itu memiliki pengaruh yang luar
biasa bagi mereka. Tidak hanya sekedar bagaimana kabar tetapi di dalamnya
menyiratkan pula pertanyaan “apa yang kau lakukan 30 tahun ini? Apa yang
terjadi pada hidupmu selama ini? Siapa istrimu? Berapa anakmu? Tinggal dimana
sekarang? Apakah kau bahagia? Apakah kau merasakan kangen yang sama
sepertiku?”. Aku sendiri semacam ikut merasakan gelora rindu yang sama meski
tentu saja aku tak pernah ikut ambil bagian dalam kehidupan mereka yang sudah
memutih rambutnya.
Belakangan
aku baru tahu, Si Bapak yang datang kemarinlah yang mensponsori terlaksananya
reuni ini. Beliau menghubungi teman-teman kuliahnya tahun 1970 dan mengajaknya
bertemu di Jogja. Beliau menanggung akomodasi teman-teman seperjuangannya demi
sebuah kata nostalgia. Bahkan, ketika hari H Si Bapak malah tidak bisa
datang karena ada tugas di Jakarta. Keikhlasan, kesadaran, dan tekad Si Bapak
mengumpulkan rekan seperjuangan di berbagai penjuru tanah air tentu bukan hal
yang mudah. Apalagi setiap orang memiliki parameter kesibukan yang berbeda.
Keberhasilan Si Bapak untuk meyakinkan rekan-rekan ini pun patut diacungi
jempol. Dengan kemampuan persuasinya yang luar biasa 15 orang pun bersedia
menuju kota ini di jelang usia pensiunan yang telah kelewat masanya.
Satu
hal yang dapat kupetik dari hal ini adalah kekuatan dan keyakinan akan rasa
kebersamaan mampu mengatasi segala hal termasuk materi dan masalah geografi.
Hal ini menginspirasiku untuk melakukan hal yang sama, suatu ketika. Semoga.
Komentar
Posting Komentar