Sejauh
kita melangkah pasti akan kembali ke ujung semula. Pepatah itulah yang hinggap
di otakku belakangan ini. Aku senang bisa kembali demgan hobi lamaku
menginjakkan kaki di tempat-tempat baru yang belum pernah kusambangi
sebelumnya. Hobi jalan-jalan sudah melekat sedemikian erat. Tentu saja hobi ini
hampir disukai semua orang. Hanya saja, aku selalu menyempatkan untuk membawa
pulang oleh-oleh sehabis jalan-jalan meski hanya sekedar foto dan cerita. Nah, inilah
yang ingin aku bagi kali ini.
Biasanya,
setiap pulang dari tempat baru ada ide-ide segar mengalir, merasa menemukan
hal-hal baru yang tidak dipublis di daratan luas. Hal ini seperti yang aku
rasakan ketika beberapa waktu yang lalu mengunjungi Museum Perjuangan
Yogyakarta. Hanya dengan Rp 2.000 pengunjung dapat melihat berbagai barang
peninggalan pahlawan bangsa Indonesia. Meski untuk ukuran museum termasuk mini
tetapi museum ini menurutku mampu menghadirkan warna tersendiri. Museum ini
menjadi bukti otentik bagian dari dokumentasi perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa
Indonesia yang kita cintai.
Museum
ini terdiri dari dua ruang utama, yaitu lantai atas dan lantai bawah
tanah. Lantai atas berisi berbagai
koleksi seperti tempat duduk yang digunakan presiden Soekarno ketika diculik di
Rengasdengklok, pakaian pejuang, meriam yang digunakan ketika berperang, replika
wajah beberapa pejuang, game bambu
runcing, foto-foto zaman dahulu, dan lain sebagainya.
Ruang
yang kedua, yaitu lantai bawah tanah yang terletak di bawah ruangan utama dan
dihubungkan dengan tangga kecil. Di lantai bawah ini dipamerkan satu stel
pakaian adat Yogyakarta dan pakaian yang digunakan oleh pejuang zaman dahulu.
Selain itu, di semua sisi dindingnya yang berbentuk lingkaran dipajang foto-foto
tentang perjuangan. Foto-foto tersebut seolah ingin mengingatkan bahwa
perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia tidaklah mudah. Terdapat satu hal yang
membuatku berkesan di ruangan ini adalah adanya kursi panjang yang digunakan
pengunjung duduk-duduk setelah mengelilingi museum. Aku menamainya kursi
perenungan karena tempat ini cocok untuk merenungkan jasa-jasa para
pahlawan lewat media gambar yang tersebar di seluruh dinding ruangan. Apalagi,
tata letak gambar dipadu dengan pencahayaan temaram sehingga membuat
perenungan/kontemplasi berlanjut semakin dalam.
Selain
kursi perenungan, ada satu hal lagi yang membuatku kagum, yaitu relief yang
terpahat di sisi luar gedung. Relief ini menceritakan fase demi fase perjuangan
bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Ini sesuatu yang unik, museum semi
candi. Ketika berkeliling mengamati
relief kita seperti dipandu membaca sejarah lewat relief. Pengunjungpun dapat meraba dan merasakan
getaran semangat juang pahlawan. Ketika berada di museum ini, seolah pengunjung
diajak berdialog, meresapi, membayangkan segala hal yang terjadi pada masa lalu
secara nyata. Hal ini membuatku layak menyebutkan satu premis “kita diajak
untuk berdamai” dengan sejarah bangsa yang tidak dapat disebut manis.
Itulah
refleksi perjalananku mengunjungi Museum Perjuangan yang lebih dikenal
masyarakat dengan sebutan musper. Kalimat terakhir yang terpatri ketika keluar
dari museum adalah “ inilah caraku
menghargai warisan bangsa dan upayaku mewarisi semangat juang para pahlawan”. Harapan kedepan museum dapat menjalankan
fungsinya bukan hanya sebagi simbol sejarah tetapi dapat mengorbitkan semangat
juang pada generasi penerus sekaligus memberikan edukasi bahwa perjuangan itu
selalu dibutuhkan dalam segala hal. (23102014)
Nb: Terima kasih Sdr Muhammad
Solichin Tofa atas foto-fotonya
Komentar
Posting Komentar