(Kali
ini aku ingin menuliskan perdebatan dua orang konyol yang saling berimajinasi
seolah menjadi makhluk paling pandai bernegosiasi. Berikut petikan emosionalnya
yang kuperoleh dari catatan menjelang pukul 9).
Hei kamu lelaki yang menggadai harga
diri laiknya eksistensi. Tahukah kau sama brengseknya dengan zaman anarki yang
dihias tasbih sana-sini.
Hei
kamu wanita pecandu pemujaan, kau laksana bintang di siang bolong. Indah tapi
tak tampak.
Memang kamu siapa? filsuf Yunani?
Aristokrat betawi? Kamu makhluk yang hanya paham sejarah. Sudahlah, tak perlu
omong kosong belaka. Kau berjanji tapi bah!!! Hanya monyet penari di perempatan
menunggu segel polisi.
Dan
kau? Hanya wanita pemuja privasi. Privasi tereleganmu hanya 2x1 (nanti)
Tak perlu kau olok-olok aku. Kamu
gila. Penggila kebobrokan dunia.
Kau
tak pernah berjanji tapi apa? Kau menebar ekspektasi di hati para lelaki hinga
satu persatu patah hati.
Aku marah. Aku benci. Janganlah
menggurui layaknya merpati sok suci.
Dan
kau hanya seekor bangau tolol.
Tak perlu kau memberi label. Aku
sudah terlanjur hidup di hati belantara yang terlalu mewah ini.
Cerewetmu
tak lebih berharga dari ocehan burung camar tolol.
Diam! Lagi pula sejak kapan camar
tolol? Hanya orang bodoh yang bilang camar tolol. Kamu gila? Iya
Hah?
Aku memberi label? Bukankah label itu sudah tercetak di kulit eksotismu yang
sempurna sejak kau melihat dunia? W= wild
Betapa buruknya katamu. Apa perlu
kugadai sekolah elit agar kau tahu bagaimana menulis surga?
Kau
tak pernah tahu Bang Iwan Fals punya celoteh camar tolol.
Kau tak lebih dari robot pencetak
kata-kata eror.
Dan
kamu mesin tua yang sok modern.
Kau bahkan tak lebih dari lampu perempatan
yang berkedip sepanjang menit.
Jika
aku setia berkedip setiap menit kenapa kamu hanya berlalu bagai badai?
Kamu tak lebih dari plastik yang
meleleh disiram kobaran api. Kamu gila. Mesin zaman edan. Sudahlah aku muak
bicara denganmu yang tak lebih dari obralan kata-kata liar.
Apa
bedanya dengan mulutmu yang beraroma raflesia?
Raflesia itu indah, langka, dan
tak beraroma.
(Mereka masih melanjutkan perdebatan tersebut
meski nafas mulai tersengal. Lanjut di bagian 2 ya)
Malaikat Iblis kau masih hidup?
BalasHapus