Setiap
buah punya musim. Ada musim salak, duren, mangga, dan tentu saja musim rambutan
yang sebentar lagi akan dimulai. Dan aku selalu menunggu musim ini karena aku
suka cita rasanya yang sederhana dan menggoda. Kalau aku bilang setiap musim
memiliki rasa tersendiri. Begitu juga dengan cinta. Bahkan kata temanku ada lho
yang namanya cinta musiman. Hehe… sedikit abnormal tapi ternyata banyak juga
kejadian. Nah, aku kali ini igin menulis tentang musim hati. Tentang banyak
perasaan dan keluh kesah yang tak lekang oleh musim.
Hai,
namamu rasanya tak asing. Kita sering bertemu bukan? Dan kalau tidak salah kita
pernah mengeja kata percintaaan. Tapi itu seingatku. Manusia katanya tempat
salah dan khilaf, siapa tahu pikiranku lagi khilaf. Dan dia bukan orang yang mengumbar kata cinta karena baginya kata cinta
itu personal dan sakral.
Terima
kasih engkau datang semalam. Meskipun ini memang bukan dalam rangka ingin
bertemu. Dan karena kejadian semalam, akupun tahu bahwa kau sebenarnya tak bisa
jauh. Semalam, dalam sayu aku tak berani menatap wajahmu. Tak sanggup kumelihat
bola matamu yang nanar dan sesak menghancurkan dalam genggaman tangan. Kulihat
sendu bergelayut di matamu. Ada khawatir dan marah yang terselubung. Dari
semalam aku tahu betapa cinta memiliki
banyak hal untuk dicerna. Meski dengan segala kedataran, aku suka kamu yang
jujur. Hal yang sulit aku temui pada
lelaki masa kini.
Aku senang bisa sama kamu.
Ini definisi yang sulit tapi aku ingin tahu agar gamang ini berakhir.
Kutangkupkan
rinduku pada secangkir susu strowberi. Dingin dan segar. Semacam slogan rokok,
nikmat dalam sekejap. Ketika berhadapan
dengan rasa cinta, kau akan tahu betapa berartinya sebuah kehadiran.
Saya
tetap bekerja meski saya sedang galau. Dengan segala hal yang melekat pada
hatiku, aku belum menyerah kok dengan keadaan. Dan aku bahagia dengan caraku. Aku yang akan menuju dermaga hatiku.
Aku hanya bilang apa kata Tuhan. Aku mengawali
hari dengan Tuhan, agar Allah menyelesaikan persoalan yang tak mampu
terselesaikan hari ini.
Saya
senang berada di sampingmu meski aku tak bisa menolak untuk tidak cemburu.
Namun, itu tetap bukan alasan yang kuat untuk jauh darimu. Jangan pergi, jikapun pergi, pergilah bersamaku. Jala sudah
ditebar, perahu sudah di tepi pantai, dayung siap mengayuh. Bagaimana nahkoda?
Apa kau siap?
Dan
dalam waktu sekejab aku tahu kalo sawo, sup kepala ikan, dan pepes ikan itu
istimewa. Seperti rambutan yang selalu
membuatku terkesan. Sayangnya aku tak tahu apakah aku akan bisa melewati
musim ini bersamamu.
Kenyamanan
yang terjalin begitu dekat menyeruak ke permukaan tanpa rasa jaim. Semua tahu. Dan saling tahu.
Senandung
yang pas siang ini adalah “padamu pohon
waru”. Pohon yang senantiasa tegap
di tengah desa dan kota. Dan aku tercenung di bawahmu menunggu waktu bertemu sahabatku.
Rasanya satu jam itu lama, lama banget.
Aku
senang duduk menikmati malam dengan
novel di bawah temaram neon warna kuning. Semua terasa damai. Dan penutup
malam itu, kita berbagi cerita dan cokelat.
Komentar
Posting Komentar