Januari Musim Kedua (Part V)



Setelah tertunda selama dua pekan, selesai juga dengan cantik itu luka. Cantik yang membawa lara, dendam, kekerasan, dan kebrutalan manusia yang muncul tanpa ampun. Cantik yang menjadi awal petaka yang beruntun tanpa henti. Semua memang mengagumkan karena tidak membosankan bagi siapapun untuk menikmatinya. Semua akan terpesona tapi benar pada akhirnya yang tidak dapat mengendalikan akan terperosok. Bukan hanya kenistaan tapi juga ketakutan dan kemarahan. Aku merasakan hawa marah dan dendam yang menyelimuti novel ini.

Mencoba meraba secara realistis saja dengan tidak terlalu berharap pada hal yang bukan jatahnya. Mengalir saja meski jangan memilih yang hanyut dan tenggelam. Dan hari ini aku sudah memutuskan untuk berhenti hanyut. Berhenti memikirkanmu yang tak tahu bahwa kamu dianggap bernilai. Tak berharap pada kesia-siaan yang hanya menyisakan penat. Aku tak tahu apa istimewanya dirimu. Dan menurutku kamu biasa saja dan tentu saja tidak keren hahaha… Jadi, kadang aku berpikir ini hanya kegiatan musiman yang dapat berlalu kapanpun jika musimnya udah berganti.

Rumah selalu menawarkan kenyamanan yang berasosiasi dengan keramahan dan keintiman di dalamnya. Di sini tak ada sekat dengan harus menjaga pencitraan. Keluarga adalah komunitas terdekat yang akan menerima kita apa adanya dengan tingkat pengertian yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Terima kasih Allah telah memberikan keluarga yang begitu hebat. Tak ada yang lebih istimewa dibanding kekayaan dan kesempatan bertemu dan menyaksikan keluarga berkumpul.

Kenapa aku begitu kangen sama kamu. Egoku yang menjalar dan berpikir mendesak logika  demi ingin mendengar suaramu tau pesanmu hadir. Kau membuat keadaan morat-marit semakin tambah tak karuan. Aku begitu bodoh merasa kangen untuk suatu hal yang tak bisa aku tolak. Benar katanya “hal yang paling menyakitkan adalah tak bisa menolak hal yang seharusnya ditolak.

Semalam rinduku sempat memuncak dan tak tertahan. Sangat ingin mendengar suaramu meski aku  tahu aksenmu sangat aneh. Aku juga ingin tahu kabar dan kegiatanmu. Apa kau juga merasakan getaran yang sama? Atau hanya kamuflase saja? Di sisi lain tak boleh ada yang  egois di sini. Antara aku, kau, dia, dia dan dia semacam sudah memiliki kesepakatan tak tertulis mengenai bagaimana yang seharusnya.

Tak bisa membuat alasan menghubungimu adalah hal yang sangat menyakitkan bagiku.
Aku tresno kowe ki sengojo ra mung mergo aku ngomong neng ngarepmu. Aku yo ngomong neng atimu. Tresnoku iki tresno kang dipilih dening wektu kang wis kauji dening godo lan nafsu. Nyatane nganti seprene aku milih sliramu. Mergo opo? Mergo tresnoku iki wis ngunci sajroning jiwo lan rogo.

Komentar