Kenapa Aku Memilih IPA?




Tidak mau ketemu akutansi yang menurutku rewel dan ribet, itulah alasan pertamaku masuk IPA. Padahal, kalau dipikir di kelas IPA tentu lebih banyak bersua dengan angka di kimia, fisika, dan matematika. Tetapi, hahahahahaha… bodo amat yang penting gak akutansi begitu pikirku saat itu. Nilai tertinggi akutansiku saat SMA kelas 10 hanya 5. Dan itu sudah pol mentok gak bisa belok. Jika nilai tertinggi saja segitu, aku tak bisa membayangkan 2 tahun selanjutnya bakal bergulat dengannya. Pasti menyedihkan! Dari sana aku berjanji tidak akan berduet dengan yang namanya akutansi.
Hal kedua kenapa aku memilih IPA? Dimana-mana anak IPA biasanya terlihat lebih pandai daripada jurusan yang lainnya. Diakui atau tidak, hal ini sudah menyebar di kalangan SMA manapun saat itu. Dan aku? Salah satu diantaranya yang mengorbankan hal-hal taktis demi sebuah obsesi. Aku suka bahasa aku suka sejarah , aku suka sosiologi, aku suka geografi, dan hampir semua pelajaran IPS aku suka. Sementara di IPA? bahkan aku tidak menyukai satupun mata pelajaran jurusan. Ironis bukan? Hahhahaha… Tetapi tekadku kadung bulat, jadi bagiku itu tak akan menjadi masalah.  Meskipun akhirnya ketika kuliah pilihanku tetap jatuh pada bahasa yang notabene tes masuknya banyak mengandalkan sisi IPSnya. Bahasa, jurusan yang membuatku jatuh cinta setengah gila. Dan di sana semua yang terlihat sederhana terurai dengan begitu mesranya. Hal aku pelajari dari sini: Jangan hanya berkiprah karena gengsi yang malah membuat kita tidak nyaman dengan kata hati sendiri.
Jadi, sebenarnya IPA hanya cashing saja, aku merasa lebih berjiwa IPS. Hanya saja aku terlalu munafik untuk berkata dan menolak keadaan saat itu. Selain itu, ilmu anti akutansi tampaknya bekerja sangat baik di dalam tubuhku hehe… Meskipun pada akhirnya berkat pilihan ini aku bersyukur dan menemui banyak hal baru. Di kelas IPA, aku menemukan genk the preety woman lengkap dengan Titi Marlina alias Sotong, Ratri Candra Marlina alias Si Sipit Lina, dan Yuliana Subekti alias Si Priti. Sotong sekarang sudah menjadi guru SD dan Marlin telah berubah jadi perawat. Mereka telah mengabdi pada bangsa dan negeri, serta suami. Sementara aku dan Yuli masih meneruskan langkah menjajaki sekolah hingga saat ini. Jalan yang panjang, semoga bahagianya lebih panjang daripada panjangnya perjuangan ini. Aamiin.

Komentar