Part VIII? Apakah Masih Awal?



Bapak yang berbahagia datanglah engkau bersama rindu. Katakan padaku apa yang harus kuperbuat. Apa yang harus kulakukan. Dan bagimana menjelmakan semua kegelisahan ini dalam unsur yang bernada sedikit bahagia.

Mendengar dendang suaramu adalah bagian dari kebahagiaan. Hal yang tak dapat ditukar dengan nominal apalagi poin lotre. Setiap helaan yang ada membuatku merasa kau ada. Menemani meski tak berwujud. Dan yang jelas sikapmu memerhatikan sekitar membuatku nyaman.

Hari ini ketemu pak Lukito. Banyak pengalaman baru yang diceritakan. Dari sini aku tahu setelah 30 tahun berlalu orang akan terlihat dari kesungguhannya. Dari cara berpakaiannya, dari gaya bicara, dan cara dia memerlakukan orang lain. Dari sini aku belajar bagaimana caranya menghargai orang yang lebih kecil. Bagaimana memerlakukan orang secara lebih santun dan pantas. Pak Lukito semoga selalu sehat.

Kamu selalau baik padaku jika begini. Berbeda jika sedang bersua. Kamu begitu manis sikapnya meski di lubuk hati terasa betapa hambarnya. Ini jauh berubah dari biasanya. Apa memang harus begitu agar keadaan menjadi baik-baik saja? Aku merasa kamu membuat kebaikan nyata saat dijauhi keadaan.

Telepon ini membuatku berpikir banyak hal. Mengapa orang tua itu bisa berdiskusi banyak hal ngalor-ngidul tapi tidak bisa melaksanakan? Bisa berbicara penuh intonasi tertapi tak pernah mempraktikkannya dengan sepenuh hati. Kesadaran diri tidak dibarengi dengan kontrol dan bentuk komunikasi yang bisa saling mengerti. Apa yang salah  dalam tatanan ini? Apa yang tidak benar? 

Ini adalah penutup yang penuh nikmat. Bersamamu dalam kesukacitaan tetapi menyiratkan ihwal pertemanan. Engkau yang mau menyatu dan tak pernah bilang sendiri. Aku suka engkau yang membaur dengan banyak hal yang kulakukan. Menyapa subjek-subjek yang berkenaan denganku. Aku suka apa yang dikatakan dalam satu rentetan pengalaman maraton yang menerbitkan rasa rindu.

Komentar