Tentang Desember (Part III)




Darah itu bukan tentang darah siapa yang mengalir di tubuhmu tapi tentang bagaimana kamu berbagi kasih dengan orang-orang di sekitar kamu. Banyak orang yang memiliki kekuatan karena sering berbagi dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya. Banyak hal yang dapat tercipta dari sebuah kalender waktu yang dapat mempertemukan jiwa-jiwa asing serasa saudara.

Berburu dengan senja dalam tugas-tugas fisik yang tidak sedikit tetapi setidaknya aku puas. Ada hasil yang bisa aku lihat. Irama malam ini di kampung terasa banget ditemani kodok yang bernyanyi. Kayaknya hidup mereka happy banget. Ternyata, inilah rumah yang menawarkan ketenangan dan kenyamanan untuk para pengelana yang tidak pernah punya kata puas.

Banyak agenda yang menunggu untuk diselesaikan. Sungguh akhir tahun yang padat. Tuhan, biarkan rasa ini mulai mengalir, kuatkanlah arusnya, jagalah peredarannya, sejukkanlah jalan-jalan yang dilaluinya. Sesapkan kesegaran di setiap bulir-bulirnya. Jadikan setiap detaknya irama hidup yang terus membaik.

Terima kasih Tuhan atas banyak kebaikan yang tercipta hari ini. Engkau juga yang telah memberi banyak nikmat kebersamaan yang tak terduga. Kesempatan bertemu yang singkat.  Bagimanapun ceritanya itu memberi kedamaian tersendiri. Kebahagiaan bagi perantau yang sulit menjumpai keluarganya.

Yang paling berkesan adalah menyaksikan hujan embun yang bulir-bulirnya disiram temaram lampu malam. Seandainya itu salju pasti luar biasa dan berlarian di bawahnya terasa damai. Atau hanya representasi kepalsuan kebaikan??? Entahlah, semua begitu cepat berjalan bukan lagi dalam hitungan hari. Dalam detik saja hambar ini sudah menyebar. Ingin semuanya berakhir dan ingin normal seperti kebanyakaan orang.

Ketemu muka lama di dunia lama. Tidak ada yang terlalu istimewa hanya saja ada rasa tak biasa. Tidak terlalu membahagiakan tapi setidaknya merupakana bentuk  pengalaman menentramkan. Ada satu hal yang memang masih diakui sampai sekarang “penawaran tinggi itu berlaku dimana-mana”.

Hidup bertetangga memang harus penuh toleransi  (tanpa arogansi), jauh dari kata sensi, tapi bukan berarti merasa paling pinter dan dan paham. Kita juga harus percaya pada hal yang realistis bukan pada penafsiran manusia yang entah kadar kebenarannya. Janganlah memainkan sesuatu yang tidak dapat diperoleh untuk kedua kali.  Apalagi jika hal ini berkaitan dengan pertalian kasih tentu sangat tidak wajar membiarkannya tersiksa dalam derita penyakit yang berkepanjangan.

Manusia memang suka merencanakan tetapi malas merealisasikannya. Planning dibuat sedetail mungkin tapi pelaksanaannya biasanya seminimal mungkin. Logikanya, bagaimana seseorang akan menginginkan hasil yang maksimal jika usahanya hanya minimal? Kalau sudah begini harus kejar deadline sebelum waktu berakhir. Sebelum penyesalan datang padamu yang dilanda sepi.

Semacam ada romansa lama yang tak terbeli. Dekat tapi berasa jauh. Jauh tapi nyatanya dekat. Ini pertalian yang sulit dideskripsikan. Dengan sangat mengerti aku katakan bahwa ini adalah episode yang sullit tapi terlalu lunak jika berkata tidak. Saya menghargai dan saya merespon dengan baik dari segala sisi.

Komentar