Tentang Januariku (Part IV)



Aku marasa hampa di tengah pemujaan yang menghamba. Pada kefanaan dan keegoisan diri yang melengkung tanpa ampun. Sebuah kealpaan yang dinikmati para pecandu yang enggan bangun di kala subuh. Ia juga enggan mati dan hidupnya hanya separuh. Ini bukan tahun baru karena tak ada yang berbeda dari sebelumnya.  Semua biasa dan tak ada yang istimewa. Gempita memang hanya milik sebagian orang yang membutuhkan euforia.

Dia lebih suka mengambil posisi aman, nyaman, dan terkendali. Memang tidak salah hanya saja ditakutkan hal ini akan memberikan celah untuk menghindari masalah yang sedang dihadapi. Rumit juga ternyata, pertanyaannya sekarang, kapan seseorang harus berfokus pada diri dan kapan harus memerdengarkan orang lain. Hal ini biasanya disikapi dengan “ikuti kata hatimu jangan dengarkan orang lain”. Tampaknya diterima mentah juga bukan pilihan yang bijak. Yang benar menurutku adalah “jangan melakukan hal-hal yang merugikan dirimu”

Aku tak akan lagi menunggumu dalam sepi. Aku berhak menentukan hidupku dan kebahagiaanku. Memang tidak banyak yang aku dapatkan sekarang tapi setidaknya aku bersyukur mendapatkan kesempatan ini agar dapat belajar lebih baik. Ada hal yang memaksaku berpikir, sikapmu begitu baik dan manis bahkan seakan mengiyakan segala hal yang aku katakan. Ini menjadi pertanyaan sendiri karena biasanya sangat sulit memperoleh restumu. Apakah ada hal yang kamu sembunyikan sayang? Apakah ada perindu yang merebut waktumu?

Cukup sulit ternyata membuang pikiran-pikiran bodoh yang berkelebat. Harusnya berani bilang tidak. Di sisi lain tiba-tiba aku merasa rindu, kangen yang menggebu pada sosokmu yang aneh begitu. Tampaknya belum lama dan hanya sekejab tapi ada yang hilang saat kau tak hadir. Aku tak ingin menepikan rasa tapi bukan berarti tak suka. Aku memang rindu. Dan itu kamu.

Kamu bukan siapa-siapa dalam hidupku. Hanya mahkluk asing yang tiba-tiba datang dan menjadi akrab. Aku tidak peduli denganmu. Jika kau kira ini adalah suatu kebenaran. Kamu bukan siapa-siapa yang bisa menjadi siapa-siapa. Aku bahkan tak lebih banyak mengenalmu. Aku memang egois tapi setidaknya aku tidak kepo dengan urusan orang lain. Aku bahkan tak mengenal banyak tentangmu.

Ini malam yang membuatku bisa tersenyum dan tertawa. Meski sepi oleh kemauan tapi ini malam dimana aku bisa menggamitmu dalam perasaan tanpa beban. Tertawa di sampingmu tanpa perlu takut dikatakan orang. Malam dimana ku merasa bernostalgia dengan begitu dekat meski sebenarnya bersekat. Tidak dapat dipungkiri aku merindukan saat-saat seperti ini. Nyaman dan hangat. Semacam kejutan bisa menikmati kebersamaan ini denganmu. Teman-teman yang selalu mengingatkan pada kenyataan. Aku tersenyum membayangkannya #sekaten alun-alun utara LTC 2012.

Komentar