Tentang yang Terlewat (Part II)




Kembali kuingin bercerita tentang setahun terakhir hidupku yang tentunya banyak kata liku-liku.
29 Maret 2013
Ternyata membaca berita masa lalu itu mengasikkan juga.  Ada banyak kosa kata yang dulu aku toreh untuk sebuah keadaan, untuk mengingat suasana hati yang senang dan bersahabat atau suasana hati yang galau dan biru. Banyak hal yang tidak bisa diulang lagi dan aku merasa bersyukur keadaanku lebih baik sekarang meski banyak tantangan yang harus aku lalui. Saya sadar saya sedang berjuang.

10 Juli 2013
Setelah sekian lama tak bertemu, melihatmu membuatku tak bisa berkata apapun. Sama saat pertama kali aku melihatmu lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Engkau masih semenarik dulu (ini bagian yang sama banget ungkapan dalam novelnya Mira W). Lumer pula jantung saat mengekor matamu. Mungkin terlalu cepat, terlalu naïf, dan terlalu sakit. Hanya saja gelombang perasaan itu tiba-tiba datang tak berperi. Tak ada sesak yang menyembul di dada. Perasaan yang tidak seperti dulu memang. Hanya saja gaung itu masih terdengar samar-samar.

19 Agustus 2013
Bertudung silau di lantai dua perpus daerah Yogyakarta.
Terlihat pemandangan gersang gedung sebelah yang ternyata memiliki halaman (tidak kelihatan dari jalan). Sebenarnya tempat ini cukup nyaman karena menyajikan kedamaian dan ketenangan meski berada di pinggir ruas jalur utama. Di tempat ini aku marajuk pada meja pojok untuk bercumbu dengan buku. Hal ini tampak kontras dengan potret di bawahku. Mungkin itu gudang karena di sana teronggok segala perabotan bekas. Kloset rusak, sapu, lampu-lampu tak terpakai, tempat sampah, dan banyak lagi yang diletakkan “brug” jadi satu. Ini semakin membuat kacau pemandangan yang sebenarnya sudah tidak indah. Sayang sekali ya, perpustakaan yang begini besar, pengelolaan lingkungannya sedikit semrawut. Saya tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi. Kekurangan dana, minimnya anggaran atau apa. Yang jelas sebagai pengunjung, saya merasa prihatin menyaksikan hal ini. Menginat fungsi perpus ini yang begitu penting, sudah selayaknya pemerintah, dinas terkait, pengelola, dan masyarakat seharusnya lebih memperhatikan lingkungan agar semua pengunjung semakin betah mengunjungi perpus ini.

30 Agustus 2013
Kadang aku tidak bisa memahami perasaanku sendiri. Aku memang menginginkanmu dan tentunya dalam bingkai yang utuh. Hanya saja kadang hati tidak bisa mengingkari bahwa ada sebagian jiwaku yang tak merelakannya. Semua memang berjalan begitu cepat dalam aturan waktu yang sedemikian padat tetapi mengapa perasaanku sering mengalami hampa. Semacam ada penolakan “aku gak bisa”. Kita berbeda dan itu sudah aku sadari sejak awal. Memang aku sedikit ingin yang tidak sama. Tetapi perbedaan yang ada ternyata sampai detik ini menimbulkan perbedaan pola, sikap, dan keinginan yang berbeda. Untuk masalah ini sering kita tidak menemui titik temu. Aku sering bosan dengan semua ini. Jenuh.

24 Oktober 2013
Ini adalah kali pertama dalam hidupku berdiam di rumah sakit. Ibukku kecelakaan dan ini cukup membuat keadaan sedikit labil.  Kalo kata Mamat inilah yang dinamakan di luar kuasa manusia. Kita tidak pernah menduga apa yang bakal terjadi dengan semua skenario ini. Tuhan memberiku kesempatan untuk kembali dekat dengan orang tua, memberi  waktu yang lebih untuk sekedar bercerita dan bersama. Tapi  apapun itu aku merasa kembali merengkuh keluargaku yang selama ini terpisah jarak dan komunikasi. Aku tidak ingin terlihat rapuh hanya karena kejadian ini. Malah, aku sadar bahwa banyak orang yang sayang dan mendukung keluarga ini yang sempat goyah.

9 November 2013
Akhir-akhir ini sering dihinggapi rasa capek yang amat sangat. Banyak kegiatan dan tuntutan yang gak mudah buat dilakuin. Di sisi lain, keinginan sebagai makhluk yang wajar dan manusiawi juga tak dapat dipungkiri. Masih ingin bersama teman-teman dan keluarga. Keluarga memberi kenyamanan yang selalu dirindukan. Pertemanan memberi nilai kebersamaan yang tak tergantikan pula. Sering kali egoisme ingin menunjukkan dimana diri berada juga mendominasi. Bagaimana kiprah kita yang selalu dinantikan orang, akan kabarnya, sepak terjangnya, dan gaya hidupnya. Tampaknya ini menjadi konsumsi publik yang semakin dilirik dan asik. Tetapi sekali lagi, aku kurang begitu peduli dengan hal itu. Aku tak ingin terjebak dalam stigma orang lain. Aku cuek. Aku gak peduli. Aku hanya akan egois pada apa yang ingin aku capai saja saat ini. Meski begitu bayangan akan hal-hal yang belum pasti digenggam juga kerap kali menghampiri. Ini membuat tidur-tidur malamku serasa singkat. Harus kembali ke kenyataan dan rutinitas. Pada akhirnya aku menemui titik jenuh dengan semua hal yang mengelilingiku. Aku jenuh pada prasangka negatif, aku jenuh pada kalian yang membuat hidup seakan tambah sesak. Aku ingin punya waktu sendiri untuk berpikir agar aku tak banyak membuang waktu.
Nb. Masih ada bagian yang akan lewat (3).

Komentar