Ibu dan Selat Solo



Aku memiliki pengalaman yang sederhana tapi cukup menggetarkan beberapa waktu lalu di kantin. Rasanya kok lama gak mampir padahal setiap hari hilir mudik melewatinya hehe... Setelah melihat daftar menu yang tersedia, pilihanku jatuh pada selat solo. Sang Ibu yang biasa melayani  pesanan tersenyum ringan. Sambil menunggu pesanan datang, aku mengecek email. Beberapa menit kemudian pesananku datang. Melihat tatanan yang menarik dan aroma kuah yang sedap, selera makanku langsung timbul. Tetapi yang kulakukan pada detik berikutnya adalah mengembalikan mangkuk daging yang diletakkan terpisah dengan kuahnya.

“Bu, saya gak makan ayam, dagingnya diambil saja,” kataku setelah meminta maaf. Si  Ibu yang tadi sibuk dengan bahan gado-gadonyapun sedikit terkejut.

“Lalu gimana, Mbak? Gak pakai daging?” tanyanya sambil menerima mangkukku.

“Tidak apa-apa Bu, soalnya saya gak makan daging,”kataku sambil berlalu menuju mejaku. Si ibu ternyata malah menyusulku. 

“Mbak kalau gak pakai ayam gak papa?”tanyanya dengan sedkit sungkan.

“Tidak apa-apa, Bu”, jawabku.

“Kalau begitu, ayamnya saya ganti pakai telur, ya?” 

“Tidak usah Bu, tidak apa-apa. Beneran,” aku meyakinkannya sambil tersenyum.

“Mbak gak alergi telurkan?” tanyanya tak mau kalah.

“Tidak, Bu. Tidak apa-apa,” aku berusaha menolak.

Selat Solo
“Mbak, saya tambah telur ini ya,”katanya sambil meletakkan telur di meja (tanpa permisi),”Paket nasinya itu pakai ayam, kalau Mbak gak pakai ayam sementara bayarnya sama nanti bagaimana pertanggungjawaban saya sama Tuhan?” tanyanya.

Toeng Toeng… Aku melongo. Ini makan siang yang ngurusi daging ayam tiba-tiba berbelok haluan membahas Tuhan?. Sedikit kaget sebenarnya. Ah, memang Tuhan fleksibel kok dibahas dalam segala kondisi, batinku. Agar tidak menjadi perhatian pengunjung lain karena dari tadi ribut, akupun menyilahkan Ibu meletakkan telur tambahan di mangkukku. Si ibu pun berlalu sambil tersenyum puas. Dalam perjalanan pulang aku berpikir tentang ucapan Ibu barusan. Sekecil apapun perbuatan kita nantinya akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan. Oleh karena itu, setiap individu harus berhati-hati dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya. Sebuah pembelajaran makan siang yang menarik.

Komentar