Maaf hampir tiga tahun ini
email-emailmu tak kuhiraukan. Sementara kaupun bukan orang yang cakap mengobrol
di telepon. Katamu “Rasanya gagu harus
ngomong dengan benda yang mlungker-mlungker seperti mi instan dengan kotak
batako di ujungnya”. Hahaha… Lebih lanjut lagi kau bilang bahwa “Aku tak bisa menatap wajahmu dan kaupun
sama. Mana kau tahu pula aku tertawa atau tersenyum? Rasanya sama saja jauh”.
Dan itu benar hehe…
Soka,
Tepat besok 15 Februari 2016, kau menjadi
kembang impian yang berlayar di malam-malam terdalam. Telah kau tutup segala
jalur pesona dan awak rimba yang sering kali kau sebut sebagai penawar hati.
Dan kini aku akan menikah. Bulan ini. Kau tahu Jentra bukan? Tetanggamu dulu
yang sering kau lempar dengan tongkat saat kau kalah bermain kasti? Ya, kamu
pasti ingat! Aku akan menikah dengannya. Beberapa saat lagi. Terutama sejak
kepergianmu atas kepengecutanmu, kami saling menemukan hati. Bukan sekedar
untuk bermain tetapi untuk menetap selama mungkin. Sejauh mungkin. Setua
mungkin. Dan bersama.
Kalau suatu saat email ini terbaca
olehmu maka ketahuilah bahwa aku tidak egois dengan tidak memberitahumu. Hanya
saja jarak memaksaku berbuat lebih bijaksana. Sementara perasaanku, cintaku, dan
harapanku pada Jentra semakin meledak dari hari ke hari. Dia pemuda yang manis.
Padanya telah rela kutaruhkan usia kebersamaanku tanpa ragu. Aku selalu
merindukan duduk berdua dengan tangannya
melingkar di pundakku. Atau saat yang lain ketika tangannya menggenggam erat
jemariku. Dan ini kurasa yang disebut Tuhan sebagai teman kencanku. Dan kau?
Harus setuju!
Soka,
Aku mencintainya. Menyukai setiap lekuk
senyum dan kerut di bibir maupun dahinya. Dan kuharap kaupun menyukai wangi
salju yang merendah di pelataran rumahmu. Kabar kudengar kau juga telah
meresmikan pacar cakepmu itu. Ah, sayang sekali, Soka. Mungkin kamu harus lebih
banyak mengenal sisi unik wanita.
Salam
dari kotamu sebelumnya
Komentar
Posting Komentar